Senin, 12 Oktober 2015

makalah konseling self

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Rogers menggunakan pendekatan humanistik dalam mempelajari kepribadian manusia. Rogers optimis bahwa secara kodrati manusia itu baik, rasional dan memiliki kencendrungan untuk berkembang secara penuh (human development). Untuk mencapai pertumbuhan secara optimal diperlukan kondisi a. (keaslian/apa adanya), genuines b. Penghargaan positif tanpa syarat, (unconditional positif regard), c. Pemahaman yang empati (emphatic understanding) (gililand/richard, 1984). Dalam konseling diperlukan kondisi seperti itu, yaitu adanya kehangatan, keikhlasan, pemberian penghargaan positif, dan penuh pengertian, yang dapat membantu klien untuk menjalani struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalamannya yang unik. Klien dapat menghadapi dan menerima karakteristik dirinya tanpa perasaan terancam. Dengan demikian individu dapat menuju arah penerimaan diri dan nilai-nilai, serta dapat mengubah aspek dirinya sesuai dengan prinsip hidupnya.
Teori rogers didasarkan atas self theory yang terdiri dari: diri (self), konsep diri (self concept), aktualisasi diri (self-aktualization), dir yang ideal (the ideal self) dan congruence. Menurut rogers konstruk inti konseling client centered adalah konsep tentang diri (self) yang terbentuk melalui atau karena pengalaman yang datang dari luar dan dalam diri individu yang bersangkutan.
B.       Rumusan Masalah
1.      Biografi carl ransom rogers
2.      Landasan Filosofis Konseling Self
3.      Konsep pokok Konseling Self
4.      Tujuan Konseling Self
5.      Proses Konseling
6.      Penilaian
BAB II
KONSELING SELF
A.      Biografi carl ransom rogers
Carl Ramson Rogers lahir pada tahun 1902 di oak Park Illionis. Dia dibesarkan dalam atmosfer relegius dan etika yang keras dan tegas. Rogers memulai pendidikannya di universitas wisconsin, jurusan pertanian, akan tetapi setelah 2 tahun dia mengubah tujuan profesionalnya menjadi pendeta (Lowrence.A.Pervin), Daniel carvoni, Oliver P.John 2010). Dia memperoleh gelar BA pada tahun1928 dan ph. D tahun 1931 di colombia University.dari tahun 1928 sampai 1931 beliau bekerja sebagai psikolog pada child study Depertment of society for the prevetion of  cruently  to children di rochester New York. Pada tahun 1931 sampai 1938 Roges menjabat sebagai direktur depertmen tersebut. Kemudian pindah ke Ohio State University (1940-1945) dan diangkat menjadi profesor dalam psikologi klinis. Pada tahun 1945 beliau diangkat sebagai profesor dalam bidang psikologi dan psikiarti di University of Wisconsin.[1]
Selama 12 tahun bekerja di Rochester, rogers menjadi tidak puas dengan pendekatan tradisional dalam psikoterapi (directive therapy) yang berlaku pada waktu itu, lalu mengembangkan suatu pendekatan baru yaitu non-directive therapy. Pendekatan yang didasari atas anggapan : 1) bahwa klienlah yang berhak menentukan tujuan hidupnya, bukan konselor : 2) setiap individu bisa berdiri sendiri dan berusaha untuk memecahkan maslahnya sendiri (Rogers 1942,27, counseling dan phisichohterapy, houghton mifflin Co, Boston, 1942).Teori Rogers banyak dipengaruhi oleh pandangan rogers tehadap mahasiswa-mahasiswanya selama bekerja diklinik.
Rogers meupakan psikoterapis pertama yang menggunakan tape recorder diruangan tertentu dalam proses terapinya. Di awal tahun 40-an, terapi ini menjadi sangat terkenal karena melalui terapi itu dapat diteliti secara seksama untuk mengenali diri klien.[2]
B.       Landasan Filosofis Konseling Self
Rogers adalah seorang humanistik dan menaruh perhatian tinggiterhadap usaha-usaha psikologis untuk praktek psikoterapinya. Humanistik psikoterapi berakar pada filsafat eksistensialisme yang memandang manusia sebagai individu dan merupakan problema yang unik dari eksistensi kemanusiaan. Manusia merupakan seorang yang ada sebagai being in the world, yang sadar dan amat waspada terhadap keberadaannya sendiri dan ketidak beradaannya sewaktu –waktu (kematian).
Pikoterapi humanistikmendasrkan pendapat pada on becoming (proses menjadi), dan manusia tidak pernah statis, ia slalu berubah, selalu menjadi sesuatu yang berbeda. Dalam perubahannya untuk menjadi sesuatu yang baru ini manusia perlu pembebasan dari situasi sebelumnya. Proses inilah yang disebut aktualisasi diri dari potensi yang dimilikinya.
Berdasrkan pengalaman terapeutiknya, rogers ontimis bahwa organisme manusia pada hakekatnya mempunyai tujuan tertentu dan berkembang maju kedepan. Orgenisme bersifatkonstruktif dan realistik. Oleh sebab itu rogers memandang bahwa pada prinsipnya manusia itu baik, rasional, sosial, dapat bekerja sama dan dapat dipercaya, ingin maju dan realistis. Di samping itu pada hakekatnya menusia memiliki martabat tinggi dan mempunyai kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengontrol dirinya sendiri.
Sedangkan penyebab ketidak baikan manusia itu dikarnakan dipengaruh tekanan lingkungan nya, atau lingkungan yang buruk. Dari sudut pandang tersebut, maka rogers, tidak menitikberatkan pada kegagalan, penolakan dan penekanan pada orang yang sakit, akan tetapi justru menitikberatkan pada daya perkembangan yang sehat. Tendensi normal dan sehat untuk pembentukan diri secaraotonom atas dasar daya pontensial dari orgenisme manusia yang pada dasarnya dapat dipercayai merupakan titik tolok pikiran rogers. Dengan kata lain harga diri klien berbeda dengan harga diri pasien, sehingga rogers tidak mau menggunakan kata pasien tetapi klien. Konseling dipandangnya sebagai usaha bersama antara konselor dengan klien, merupakan orang yang lebih tau tentang dirinya sendiri dan bukan konselor. sehingga hubungannya bukan hubungan dokter dengan pasien.
C.      Konsep pokok Konseling Self
Dalam teorinya Rogers lebih menekan kan konsep organisme  dan self. Organisme adalah unsur fisiologis dengan semua fungsi fisik dan fungsi psikologisnya. Dalam setiap organisme terdapat lapangan fenomenal (phenomenal field) dan the self, calvin S. Hall (1985) mengemukakan bahwa self adalah bagian dari lapangan fenomenal yang terdeferensiasikan sedikit demi sedikit melalui pengalaman yang disadari maupun tidak. Tingkah laku adalah fungsi dari fola pengalaman subyektif, yang berarti tingkah laku merupakan hasil dalam realitas yang dialami, dirasa dinilai, dan bahkan di tafsirkan dalam konteks pengertian individu. Self pada diri seseorang merupakan konsep diri (self concept) yang terdiri dari persepsi mengenai kekhasan dari “I” atau “me” dan persepsi hubungan antara “I” atau “me” dengan orang lain dalam aspek kehidupan.[3] Self bersifa lentur dan fleksibel, serta didalamnya terdapat diri ideal yang menunjukkan keinginan seseorang untuk mempertahankan apa yang ingi diperoleh dalam pengembangan diri dan prestasinya, dalam mempertahankan diri dan aktualisasi diri.
Kecocokan dan ketidak cocokan diantara self dan organisme akan menentukan kematangan, penyesuaian diri, dan kesehatan mental seseorng. Congruence berarti ada kecocokan antara self yang dirasakan dengan penganlaman aktual organisme. Incongruence dapat menimbulkan kecemasan, perasaan terancam, mempertahankan diri, berfikirankaku dan melakukan cara-cara yang tidak positif. Perhatian rogers adalah bagian mana dari self dapat dibuat menjadi lebih congruence.
Sejalan dengan uraian Hall, menurut Bischof (1970), rogers dalam mendiskripsikan tingkah laku manusia melalui pemahaman prinsip-prinsip tema self , tema aktualisai diri, tema pemeliharaan diri, dan tema peningkatan diri.

1.      Tema self
Rogers mengemukakan bahwa teori kepribadian yang berpusat pada klien adalah teori kepribadian yang berpusat pada self disebut dengan  the self theory yang dirumuskan dalam 22 pertanyaanagar mudah dipahami sebagai berikut :
a.       Manusia hidup dalam pengalamanya sendiri, disadari maupun tidak.
b.      Regsi-reaksi organisme pada lapangan tersebut disebut dengan lapangan persepsi realitas berdasarkan pengetesan dan penerimaan sistem perseptualnya sendiri.
c.       Reaksi-reaksi oerganime diorganisasikan dalam lapanagan phenomena secara keseluruhan, maju berdasarkan tujuan.
d.      Organisme mempunyai upaya untuk mengaktualisasikan, memelihara dan meningkatkan pengalamannya (organismenya)
e.       Perilaku organisme didasari upaya organisme untuk memuaskan kebutuhannya sebagai pengalaman seluruh kebutuhan saling brhubungan dan mendasar.
f.       Kepribadian selalu berusaha untuk mengintekrasikan dua sifat dari emosi : senang tak senang, tenagng-marah. Persepsi menentukan intensitas reaksi emosional individu .
g.      Pemahaman perilaku individu adalah kerangka pikir internal individu itu sendiri. Yang terlihat hanya bagian kulitnya saja.
h.      Self berkembang melalui usaha keras dan belajar
i.        Struktur self dibenuk dan diorganisasikan sesui dengan sistem  nilai dan konsep dirinya berdasarkan interaksinya dengan lingkungan. Pengalaman interaksinya dengan orang lain dan pengaruh orang tua penting dalam rangka mengembangkan dan penstrukturan sel.
j.        Pengalaman mempunyai nilai-nila yang secara langsung dapat dirasakan , diambil, dirubah sesuai self nya
k.      Self adalah dasar untuk membuka persepsi atau untuk persepsi sesuatu dibawah kesadarannya. Apakah ia akan menerima, menolak, atau menyesampingkan tergantung pada struktur self yang sudah dimilikinya.
l.        Kebanykan cara-cara yang di adopsi organisme adalah yang konsisten dengan konsep self nya
m.    Tingkah laku dipengaruhi oleh pengalaman organisme dan kebutuhan yang tak disimbolisasikan
n.      Ketidak sesuaian psikologis terjadi bila organisme menolak menyadari sensori dengan pengalaman yang mendala, yang tidak diorganisasikan dalam struktur self
o.      Kesesuaian psikologis terjadi bila keseluruhan sensori dan pengalaman diasimilasikandalam simbol secara konsisten dengan konsep self. Dorongan akan menurun bila kepribadian mempunyai perasaan baru tentang self itu sendiri.
p.      Pengalaman yang tidak konsisten dengan organisasi struktur self, dirasakan sebagai ancaman terhadap struktur self yang telah ada akibatnya kepribadian menjadi kaku
q.      Dala kondisi tidak ada ancaman terhadap struktur self, pengalaman yang tidak konsisten  dapat diterima, diuji dan diasimilasikan dengan struktur self. Perubahan kepribadian terjadi bila ia dapat menerima segi-segi baru dari self
r.        Diperlukan penerimaan dan pemahaman yang mendalam terhadap pengalaman yang dapat diintegrasikan dalam struktur self
s.       Selama individu memperoleh kepercayaan dalam menilai, maka ia akan mendapatkan sistem-sistem lama yang tidak perlu
t.        Kepribadian juga menaruh perhatian pada kebutuhan penghargaan sosial
u.      Kepribadian juga memiliki kebutuhan yang kuat akan harga diri, dan ini berkaitan dengan penghargaan sosial
v.      Kekuatan, kebutuhan, tuntutan akan penghargaan sosial dan harga diri menyebabkan orang aktif dalam kehidupannya
Dari uraian diatasdapat disimpulan bahwa perjuangan terbesar dari kepribadian adalah self consistency. Kepribadian ada dalam dinamika perseptual, spontanitas yang lebih besar, dan seluruh kekuatan hidup. Sitem nilai berpengaruh kuat dalam perkembangan kepribadian seseorang.[4]
2.      Tema aktualisasi diri
Menurut rogers organisme memiliki satu kekuatan motivasi yaitu dorongan untuk mengaktualisasikan diri dan satu tujuan hidup yaitu menjadi diri yang aktual. Untuk mencapai tujuan diperlukan 2 kebutuhan yaitu : 1) kebutuhan akan penghargaan positif dan orang lain. 2)kebutuhan akan penghargaan diri sendiri. Kebutuhan-kebutuhan ini telah ada sejak kecil seperti anak ingin disayang, dijaga, dan menerima penghargaan positif dari orang lain.
Manusia selalu berusaha menunjukkan selfnya dalam keseluruhan dinamika perilaku untuk menjadikan dirinya sendiri yang berbeda dengan orang lain baik dalam pungsi self organismenya maupun fungsi sosialnya, di  bawah pengarahan dan tanggung jawabnya sendiri. Proses aktualisasi diri selalu berjalan dari yang sederhana menuju keadaan yang kompleks, dan dimulai sejak masa konsepsi sampai menjadi suatu pribadi.
3.      Tema pemeliharaan diri
Tingkat pemeliharaan diri dicapai saat individu mampu memahami diri sepenuhnya. Dengan pemeliharaan diriia mampu mencapai kematangan berdasarkan dinamika kehidupan
4.      Tema peningkatan diri
Organisme selalu berusaha untuk meningkatkan diri. Prosesnya tidak selalu berjalan lancar, mungkindisertai dengan berbagai rintangan dan perasaan sakit. Manusia memiliki kecendrungan dan kebebasan untuk meningkatkan dirinya, karena manusia bukanlah robot.[5]

D.      Tujuan Konseling Self
Tujuan konseling self adalah menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk melakukan eksplorasi diri sehingga dapat mengetahui hambatan-hambatan dalam perkembangannya. Pada giliran berikutnya klien diharapkan dapat mengembangkan aspek dalam diri yang sebelumnya mengalami gangguan. Proses pemberian bantuan dengan menggunakan model konseling self, yang menjadi penekanan dan perhatian konselor adalah pada individu klien itu senditi, buka pada pemecahan masalahnya saja. Pada akhirnya diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan yang berarti pada diri klien setelah menjalani proses konseling selesai, yaitu berkatualisasi dir.
Dengan pertumbuhan dan perkembangan pada diri klien, diharapkan:
a.       Terjadi keseimbangan dalam diri klien, sehingga klien lebih terbuka pada pengalamannya.
b.      Klien dapat menjadi lebih realistis, obyektif dan presepsinya lebih luas, sehingga ideal self nya lebih realistis dan seimbang dengan self nya. Dengan demikian ketegangan yang terjadi pada diri akan dapat dikurangi
c.       Sebagai konsekuensi dari perubahan pada butir a dan b di atas, selanjutnya akan tumbuh rasa percaya diri (positif self regard) nya meningkat, klien menjadi mampu mengevaluasi diri, sehingga dapat menjadi pribadi yang utuh, dapat menerima diri sendiri sebagaimana adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dapat menerima orang lain dan lingkungannya, lebih kreatif, dapat menentukan tujuan hidupnya, mandiri, serta mampu bertanggung jawab.
E.       Proses Konseling
Dalam terapinya rogers lebih memilih istilah klien dari pada pasien. Konsep rogers menyatakan bahwa apapun tingkah laku klien , atau perasaan atau pikiran yang diungkapkanny, konselor harus merasakan bahwa klien adalah seorang yang memiliki nilai, bukan orang yang sakit datang berobat.
Konseling self memusatkan perhatian pada pengalaman individual, konseling berupaya menimalkan rasa diri terancam dan memaksimalkan dan menopang eksplorasi diri. Memanfaatkan potensi individu untuk menilai pengalamannya, menumbuhkan perasaan untuk memacu pada pertumbuhan. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk mengungkapkan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelumnya kedalam konsep diri. Dengan menganalisa pengalaman-pengalaman tersebut, individu akan mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain serta menjadi manusia yang berkembang penuh (fully functioning)
Teknik yang digunakan adalah interpersonal relations dengan interviu sebagai alat utama sehingga terjadi hubungan timbal balik, saling menerima, saling memberikan informasi, dan hubungan terjalin sampai final. Di samping interviu juga digunakan terapi permainan, dan terapi kelompok, baik langsung maupun tidak langsung. Berikut ini diuraikan penyelenggaraan konseling, peranan konselor dan klien.
1.      Penyelenggaraan konseling
Proses yang dijalani konseling adalah sebagai berikut
a.       Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
b.      Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalaman nya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan perasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
c.       Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan , mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelumnya kedalam konsep diri.
d.      Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
e.       Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Langkah-langkah konseling self adalah sebagai berikut:
a.       Klien datang sendiri kepada konselor untuk mendapatkan bantuan. Atau konselor diminta datang , maka pada saat berada bersama konselor, konselor hendaklah berusaha menumbuhkan kesukarelaan untuk menjalani konseling
b.      Konselor berusaha membangun atau menciptakan situasi dan kondisi yang cocok untuk suasana pemberian bantuan.
c.       Konselor berusaha menerima, mendengar, mengenal dan memperjelas perasaan negatif yang ada pada diri klien
d.      Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya/masalah
e.       Apabila perasaan negatif tersebut telah dinyatakan klien kepada konselor seluruhnya, maka secara berangsur-angsur akan timbul perasaan positif
f.       Konselor menerima klien apa adanya, mengenal dan berusaha menjelaskan perasaan positif klien.
g.      Dengan demikian pada diri klien akan tumbuh pemahaman tentang diri sendiri, dan mengetahui apa yang harus diperbuat untuk memenuhi kebutuhannya
h.      Selanjutnya diharapkan timbul insiatif ada diri klien untuk malakukan perbuatan yang positif
i.        Lebih anjut diharapkan adanya perkembangan lebih lanjut pada diri klien tentang pemahaman terhadap diri sendiri. Dengan demikian akan timbul perkembangan tindakan yang positif dan integratif pada diri klien.
j.        Selama proses itu berjalan dan mendapatkan hasil yang memadai, maka selanjutnya secara berangsur-angsur klien merasa tidak membutuhkan bantuan lagi.
Proses konseling tersebut menunjukkan bahwa inisiatif untuk memecahkan masalah tumbuh dalam diri klien sendiri. Sehingga berangsur-angsur klien merasa tidak membutuhkan bantuan konselor lagi, karena klien telah menemukan dirinya dan jalan hidupnya.
Agar proses konseling berhasil harus diperhatikan persyaratan hubungan yang positif sebagai berikut:
a.       Pelihara hubungan yang akrab, kehangatan, dan responsif dengan klien. Selanjutnya secara berangsur akan berkembang menjadi pertalian emosional yang mendalam antara konselor dan klien.
b.      Konselor hendaknya memahami kedudukannya sebagai “sahabat”, jangan bersikap superior, hendaknya konselor juga peka terhadap kebutuhan klien sehingga dapat memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya
c.       Bersifat permisif berkenaan dengan eksperisi perasaan, sehingga klien mampu mengekspresikan segala dorongan dan keluhannya, jangan sampai terbawa sikap agresif, malu, dan perasaan berdosa pada diri klien.
d.      Penentuan waktu konseling hendaknya merupakan hasil dari kesepakatan bersama
e.       Konseling hendaknya terbebas dari tekanan, paksaan. Waktu konseling adalah milik klien, dan bukan milik konselor.
Dengan demikian, jangan terjadi jalinan hubungan yang bersifat negatif  seperti: hubungan jangan di dasarkan atas rasa kasih sayang yang mendalam, hubungan sesama kawan, hubungan guru dengan murid, hubungan dokter dengan pasien, hubungan teman sekerja, dan hubungan antar atasan dengan bawahan. Disamping itu keberhasilan konseling tergantung pada faktor-faktor: tingkat gangguan psikis, fisik, usia, lingkungan hidup klien dan ikatan emosional.
2.      Peranan Konselor
Konselor yang efektif dalam konseling self adalah konselor yang dapat mengembangkan sikap dalam organisasi pribadinya, memahami diri sendiri, sensitif dalam hubungan insani, bersifat obyektif, menghormati keberadaan orang lain, bebas dari prasangka dan konflik dalam dirinya, serta masuk dalam dunia klien. Dalam proses konseling, konselor harus bersifat fasif-reflektif. Sejumlah kemampuan diharapkan dari konselor adalah:
a.       Kemampuan mmenciptakan suasana yang kondusif
b.      Kemampuan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya secara bebas berkenaan dengan masalah yang dihadapi
c.       Kemampuan menerima, mengenal dan menafsirkan apa yang di ungkapkan klien yang berkaitan dengan perasaan klien
d.      Kemampuan menetapkan hubungan terapeutik, setelah masalah yang dilontarkan klien jelas, situasi yang diharapkan dan batas hubungan klien konselor.
e.       Kemampuan menerima, mengenal dan memahami perasaan-perasaan negatif yang diungkapkan klien kemudian meresponnya. Respon konselor harus menunjukkan/mengarahkan kepada apa yang ada dibalik ungkapan-ungkapan perasaan itu, sehingga menimbulkan suasana dimana klien dapat memahami dan menerima keadaan yang negatif atau tidak menyenangkan tersebut, tidak memproyekti kepada orang lain atau disembunyikan sehingga menjadi bentuk mekanisme pertahanan diri.
f.       Kemampuan memberikan respon secara isyarat badani seperti ekspresi wajah , penampilan dan kata-kata sehingga klien merasa diterima dan dipercaya akan kemampuan konselor dalam membantu pemecahan masalah serta pengembangan dirinya.
g.      Kemampuan memberikan tanggapan dan informasi yang dibutuh kan klien, dan secara aktif berpartisipasi dalam situasi konseling.
3.      Peranan Klien
Agar proses konseling berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu membantu klien dalam mengeksplorasi diri, sehingga klien dapat memahami dir, orang lain dan lingkungannya serta membantu klien agar bergerak maju menjadi pribadi yang berkembang penuh (fully functioning), mandiri dan bertanggung jawab, klien harus bersifat aktif. Guna untuk mencapai keberhasilan itu, klien hendaklah memenuhi persyaratan berikut.
a.       Klien hendaklah datang dengan kemauannya sendiri untuk meminta bantuan konselor, dan menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada konselor
b.      Klien harus mengungkapkan perasaannya secara terbuka aktif, tidak dengan perasaan malu dan dibebani perasaan berdosa/bersalah
c.       Klien harus mempunyai keyakinan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan dirinya.
d.      Klien harus mampu menerima dan memahami dirinya sendiri sebagaimana adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, serta menentukan pilihan sikap dan tindakan mana yangakan diambil, dengan segala konsepkoensinya.
e.       Membuat rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan pilihan yang telah dibuat
f.       Klien harus mampumencoba memanifestasikan/mengaktualisasikan pilihanya dalam sikap dan tingkah lakunya, sampai ia merasakan bahwa dirinya telah benar-benar menjadi individu yang kepribadiannya terintegrasi, mandiri dan bebas dari gangguan psikis
Dengan demikian dari proses konseling ini, klien bersikap lebih aktif dengan diberikannya kesempatan dan kebebasan untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya, berkembang dan merealisasikan potensinya, sehingga klien semakin sanggup untuk mengadakan perubahan –perubahan sikap dan perasaan-perasaan negatif ke positif, yang pada giliran berikutnya klien mampu untuk menentukan tujuan hidupnya, mandiri, menerima dan menjalin hubungan dengan lingkungannya, serta bertangung jawab, sehingga menjadi pribadi yang utuh.[6]

F.       Penilaian
Pengaruh pemikiran rogers tentang client centred banyak digunakan dalam pelayanan bantuan kepada anak-anak. Orang dewasa maupun orang tua. Beberapa pendekatan yang didasari teori rogers ini antara lain yang dikembangkan Axline dalam clientcentered play therapy, nicholas hobbs dalam group centred psichotherapy dan student centred therapy.
Ada beberapa alasan mengapa orang amerika lebih tertarik menggunakan terapi rogers baik secara utuh maupun secara modifikasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh harper (bruce 1971:215) adalah sebagai berikut:
1.      Teori rogers sesuai dengan kebiasaan dan sifat orang amerika yang demokratik, sebab klien tidak diperlakukan sebagai pasien tetapi sederajat dengan konselor
2.      Filsafat pessimistis yang menekankan pada potensi individu untuk berkembang secara konstruktif yang mendasari teori rogers, yang merupakan refleksi budaya amerika yang bersifat optimistik pula.
3.      Terapi rogers mudah dilaksanakan dan menarik bagi remaja
4.      Teori rogers lebih memungkinkan perubahan kepribadian yang lebih cepat dari terapi psikoanalisa
5.      Teori rogers lebih mudah dipahami oleh ahli psikologi amerika, sebab dasar filosofinya demokratik, menghargai penelitian dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah-istilah dan metode asing.
Shetzer dan stone (1980:218) mengemukakan beberapa pengaruh terapi client centered terhadap psikoterapi dan konseling yaitu:
1.      Menempatkan klien sebagai pusat perhatian dalam konseling
2.      Menekankan pentingnya hubungan konseling sebagai saranautama dalam menciptakan perubahan kepribadian
3.      Lebih menekankan pentingnya sikap konselor dari pada penguasaan teknik, dalam menciptakan hubungan konseling maupun terapi
4.      Merangsang penemuan dan penelitian dalam rangka pemahaman dan pengembangan proses terapi dan konseling
5.      Memberikan penekanan bahwa konseling maupun terapi sangat mementingkan masalah emosional, feeling dan afektif.




























BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
(carl R. Rogers) menurut rogers konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang dapat diterapkan pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada percakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (Self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Menurut rogers konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan diri dan perwujudan diri.
Karakteristik konseling self adalah: (1) fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah, (2) lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek, (3) masa kini lebih banyak diperhaatikan dari pada masa lalu, (4) pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling, (5) proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya, (6) terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri, (7) klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif reflektif.
B.       Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun penyajian. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan untuk perbaikan makalah ini.



Daftar Pustaka

1.      Taufik, Model-Model Konseling, UNP Padang, 2012




[1] Taufik, Model-Model Konseling, UNP Padang, 2012, hal.139
[2] Ibid, hal.140
[3] Ibid, hal.142
[4] Ibid. Hal.145
[5] Ibid, Hal.146
[6] Ibid, hal.155