BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Tes
merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk
mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dalam pembelajaran objek ini
bisa berupa kecakapan peserta didik, minat, motivasi dan sebagainya. Bentuk tes
yang digunakan di lembaga pendidikan dilihat dari segi sistem penskorannya
dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu tes objektif dan tes sukjektif.
Tes
objektif dalam hal ini adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan jawaban
atau respon yang harus dipilih oleh peserta tes. Jadi kemungkinan jawaban atau
respon telah disediakan oleh penyusun butir soal. Peserta hanya memilih
alternatif jawaban yang telah disediakan. Dengan demikian pemeriksaan atau
penskoran jawaban atau respon peserta tes sepenuhnya dapat dilakukan secara
objektif oleh pemeriksa. Karena sifatnya yang objektif, maka tidak perlu harus
dilakukan oleh manusia, tetapi dapat dilakukan sengan mesin, misalnya mesin
scanner. Dengan demikian skor hasil tes dapat dilakukan secara objektif.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
Tes Hasil Belajar
2.
Jenis
dan Bentuk Tes Hasil Belajar
3.
Ciri-ciri
tes yang baik
4.
Langkah
– langkah Pengembangan Tes Hasil Belajar
BAB II
TES HASIL
BELAJAR
A.
Pengertian Tes Hasil Belajar
Kata tes berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia, yang dimaksud disini adalah dengan menggunakan
alat berupa piring akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang bernilai
tinggi. Dalam perkembangannya dan seiirng kemujuan zaman tes berarti ujian atau
percobaan. Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan
uraian diatas yaitu tes, testing, tester dan testee, yang masing-masing
mempunyai pengertian berbeda namun erat kaitannya dengan tes.[1]
1.
Tes
adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian,
2.
Testing
berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat pengambilan tes
3.
Tester
artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk melaksanakan
pengambilan tes terhadap para responden
4.
Testee
adalah pihak yang sedang dikenai tes.
Ada beberapa
pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian tes, menurut Anne Anastasi dalam
karya tulisnya yang berjudul Psychological Testing, yang dimaksud dengan
tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat
digunakan secara meluas, serta dapat digunakan sebagai cara untuk
mengukur dan membandingkan keadaan pskis atau tingklah laku individu. Menurut
Lee J. Cronbach dalam bukunya berjudul Essential of Psychological
Testing, tes merupakan suatu perosedur yang sistematis untuk membandingkan
tingkah laku dua orang atau lebih. Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah
suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau kelompok,
yang dimaksud untuk membandingkan kecakapan satu sama lain.
Dari pengertian
dari para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat disimpulkan bahwa
pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang ditempuh dalam
rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang memberikan tugas dan
serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat dihasilkan nilai yang
melambangkan tingkah laku atau prestasi peserta didik.[2]
Tes sebagai
salah satu teknik pengukuran dapat didefinisikan A test will be defined as a
systematic procedure for measuring a sample of an individual’s behaviour
(Brown,1970:2). Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu di
perhatikan dalam memahami makna tes, yaitu Pertama adalah kata systematic
procedure yang artinya bahwa suatu tes harus disusun, dilaksanakan
(diadministrasikan) dan diolah berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah
ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga langkah, yaitu (a) sistematis
dalam isi, artinya butir-butir soal (item) suatu tes hendaknya disusun dan
dipilih berdasarkan kawasan dan ruang lingkup tingkah laku yang akan dan harus
diukur atau dites, sehingga tes tersebut benar-benar tingkat validitasnya dapat
dipertanggungjawabkan, (b) sistematis dalam pelaksanaan (administrasi) artinya
tes itu hendaknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur dan kondisi yang telah
ditentukan ; dan (c) sistematis di dalam pengolahannya, artinya data yang
dihasilkan dari suatu tes diolah dan ditafsirkan berdasarkan aturan-aturan dan
tolak ukur (norma) tertentu. Kedua adalah measuring of an individual’s is
behaviour yang artinya bahwa tes itu hanya mengukur suatu sampel dari suatu
tingkah laku individu yang dites. Tes tidak dapat mengukur seluruh (populasi)
tingkah laku, melainkan terbatas pada isi (butir soal) tes yang bersangkutan.
Suatu tes akan
berisiskan pertanyaan-pertanyaan dan atau soal-soal yang harus dijawab dan atau
dipecahkan oleh individu yang dites (testee), maka disebut tes hasil belajar
(achievement test). Hal ini sependapat dengan seorang ahli yang menyatakan
bahwa The type of ability test that describes what a person has learned to do
is called an achievement test (Thordike & Hagen, !975:5). Berdasarkan
pendapat itu, tes hasil belajar biasanya terdiri dari sejumlah butir soal yang
memiliki tingkat kesukaran tertentu (ada yang mudah, sedang, dan sukar). Tes
tersebut harus dapat dikerjakan oleh siswa dalam waktu yang sudah ditentukan.
Oleh karena itu, tes hasil belajar merupakan power test. Maksudnya adalah
mengukur kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan.[3]
B.
Jenis dan Bentuk Tes Hasil Belajar
Tes merupakan serangkaian soal yang harus dijawab oleh siswa. Dalam
hal ini, tes hasil belajar dapat digolongkan kedalam tiga jenis berdasarkan
bentuk pelaksanaanya, yaitu (a) tes lisan, (b) tes tulisan, dan (c) tes
tindakan atau perbuatan. Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan
pada penggunaan kertas dan pencil sebagai instrumen utamanya, sehingga tes
mengerjakan soal atau jawaban ujian pada kertas ujian secara tertulis, baik
dengan tulisan tangan maupun menggunakan komputer. Sedangkan, Tes lisan dilakukan
dengan pembicaraan atau wawancara tatap muka antara guru dan murid. Sedangkan,
Tes perbuatan mengacu pada proses penampilan seseorang dalam melakukan sesuatu
unit kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta didik.[4]
Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya tes dibagi menjadi
2 bagian yakni :
1.
Tes
Essay (uraian)
Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan
terstruktur dan siswa menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap
pertanyaan itu dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk
mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat
dalam bahasa sendiri.
Subino, (1987:2) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat kebebasan
jawaban yang dimungkinkan dalam tes bentuk uraian, butir-butir soal dalam ini
dapat dibedakan atas butir-butir soal yang menuntut jawaban bebas. Butir-butir
soal dengan jawaban terikat cenderung akan membatasi, baik isi maupun bentuk
jawaban; sedangkan butir soal dengan jawaban bebas cenderung tidak membatasi,
baik isi maupun jawaban.[5]
2.
Tes
Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah
disediakan alternatif jawabannya. Tes ini terdiri dariberbagai macam bentuk,
antara lain ;
a.
Tes
Betul-Salah (TrueFalse)
b.
Tes
Pilihan Ganda (Multiple Choice)
c.
Tes
Menjodohkan (Matching)
d.
Tes
Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
Pada
prinsipnya, bentuk tes objektif di atas mempunyai kelemahan dan kebaikannya,
akan tetapi biasanya bentuk objektif dapat menteskan semua bahan yang telah
diajarkan, sedangkan bentuk uraian agak sukar untuk mengukur semua bahan yang
sudah diajarkan, karena ruang lingkup bentuk tes tersebut sangat sempit. Untuk
lebih jelasnya perlu diterangkan dahulu kelemahan dan kebaikan tes bentuk
objektif. Keuntungan atau kebaikan bentuk objektif dalam evaluasi hasil belajar
bahasa Indonesia bagi siswa adalah tes bentuk objektif (1) tepat untuk
mengungkapkan hasil belajar yang bertatanan pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
dan analisis, (2) mempunyai dampak belajar yang mendorong siswa untuk
mengingat, menafsirkan, dan menganalisis pendapat, dan (3) jawaban yang
diberikan dapat menggambarkan ranah tujuan pendidikan menurut Bloom, khususnya
ranah cognitive domain. Sedangkan kelemahannya bahwa tes objektif (1) siswa
tidak dituntut untuk mengorganisasikan jawaban, karena jawabannya sudah
disediakan, (2) siswa ada kemungkinan dapat menebak jawaban yang telah tersedia
(3) tidak dapat mengungkap proses berpikir dan bernalar, (4) hanya mengukur
ranah kognitif yang paling rendah tidak mengungkap kemampuan yang lebih
kompleks. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Gronlund (1985 : 36) menyatakan bahwa
…objective test items can be used to measure a variety of knowledge out come
…the most generally useful is the multiple choice items…but other items types
also have a place. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa item-item tes objektif
dapat digunakan untuk mengukur berbagai hasil belajar yang berupa pengetahuan.
Umumnya yang paling berguna adalah item bentuk pilihan jamak, sementara itu,
tipe item objektif yang lainnya punya peran tersendiri.
Pendapat lain
yang berbeda, yakni Lado (1961 : 201) mengemukakan bahwa The usual objectians
to objective test are that they are too simple, that they do not require real
thinking but simple memory, and that they do not test the ability of the
student to organize his thought.
Pendapat di
atas menunjukan bahwa keberatan tes objektif adalah karena tes itu terlalu
mudah, tidah menuntut pemikiran yang nyata, dan tidak menguji kecakapan siswa
dalam mengorganisasikan pikirannya. Padahal pada tingkatan perguruan tinggi
kemampuan untuk mengorganisasikan pemikiran, mengungkapkan ide secara
sistematis, dan menunjukan kemampuan nalar yang ilmiah merupakan tuntutan yang
ditujukan kepada siswa, lebih jauh kepada lulusan perguruan tinggi (Ditjen
Dikdasmen, 1982/1983 : 20).
Dilihat dari
sudut waktu kapan dan untuk apa tes itu dilakukan, maka tes hasil belajar dapat
dikelompokkan menjadi tes awal (pretest), tes akhir (posttest), dan entering
behaviour test
Tes awal
biasanya dilakukan setelah proses belajar mengajar selesai. Tujuannya untuk
mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa terhadap materi pelajaran yang telah
diberikan pada proses belajar mengajar yang bersangkutan. Tujuan lain adalah
untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang telah dilakukan, hasilnya
disebut hasil tes fomatif, sedangkan bila tujuannya untuk menetapkan lulusan
atau kenaikan kelas seseorang terhadap mata pelajaran tertentu maka disebut
ujian akhir atau ulangan umum.
Entering
behaviour test adalah suatu tes yang berisikan materi pelajaran atau
kemampuan-kemampuan siswa yang harus sudah dikuasai sebelum mereka menempuh
suatu proses.
Dari segi fungsi tes di sekolah, tes dibedakan menjadi :
a.
Tes
Formatif
Tes Formatif, yaitu tes yang diberikan untuk memonitor kemajuan
belajar selama proses pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikan dalam tiap
satuan unit pembelajaran. Manfaat tes formatif bagi peserta didik adalah :
Untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi dalam
tiap unit pembelajaran. Merupakan penguatan bagi peserta didik.
Merupakan usaha perbaikan bagi siswa, karena dengan tes formatif
peserta didik mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
Peserta didik dapat mengetahui bagian dari bahan yang mana yang
belum dikuasainya.
b.
Tes
Summatif
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui penguasaan
atau pencapaian peserta didik dalam bidang tertentu. Tes sumatif dilaksanakan
pada tengah atau akhir semester.
c.
Tes
Penempatan
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan
jurusan yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik
ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
d.
Tes
Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagosis penyebab
kesulitan yang dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan
lain-lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.
C.
Ciri-ciri tes yang baik
Menurut arikonto (1992), Sebuah tes yang dapat dikatakan baik
sebagai alat pengukur harus memilki persyaratan tes, yaitu memiliki:
1.
Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat tepat mengukur
apa yang hendak diukur. Contoh, untuk mengukur partisipasi siswa dalam proses
belajar mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan,
tetapi dilihat melalui: kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran,
ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti
relevan pada permasalahannya.[6]
2.
Reliabilitas
Berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes
dapat dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila
diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes
tersebut menunjukan ketetapan. Jika dihubungkan dengan validitas, maka:
Validitas adalah ketepatan dan reliabilitas adalah ketetapan.
3.
Objektivitas
Sebuah dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan
tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. hal ini terutama terjadi pada
sistem scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas
menekankan ketetapan pada sistem scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan
ketetapan dalam hasil tes.
4.
Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes
tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. tes yang baik adalah
yang mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan
petunjuk-petunjuk yang jelas.
5.
Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut
tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu
yang lama.
D.
Langkah – langkah Pengembangan Tes Hasil Belajar
Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh
tes yang baik,yaitu:
1.
Pengembangan
spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan
kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah :
Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah
berorientasi kepada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus
jelas dan dapat dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja
operasional), serta dapat diamati dan dapat di ukur.
Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk
merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes
sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusun
tes.
Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan
kesesuaian antara tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring,
pengelolaan hasil evaluasi, penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan
kepraktisan.
Merencanakan
tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui melalui uji coba
atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya beban penyeleaian soal
tersebut
Merencanakan banyak soal
Merencanakan jadwal penerbitan soal
2.
Penulisan
soal
3.
Penelaahan
soal,yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati apakah
butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran
yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan psikologis.
4.
Pengujian
butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal yang
dibuat akan dibakukan.
5.
Penganalisisan
hasil uji coba.
6.
Pengadministrasian
soal
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian
tes belajar
tes hasil belajar merupakan power test. Maksudnya adalah mengukur
kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan.
2.
Jenis
dan bentuk tes hasil belajar
a.
tes
lisan.
b.
tes
tulisan.
c.
tes
tindakan atau perbuatan.
3.
Ciri-ciri
tes yang baik
a.
Validitas
b.
Reliabilitas
c.
Objektivitas
d.
Prakitikabilitas
e.
Ekonomis
4.
Langkah-langkah
pengembangan tes hasil belajar
a.
Pengembangan
spesifikasi tes
b.
Penulisan
soal
c.
Penelaahan
soal
d.
Pengujian
butir-butir soal secara empiris,
e.
Penganalisisan
hasil uji coba.
f.
Pengadministrasian
soal
B.
Kritik dan saran
Penulis
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi
maupun penyajian. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
diperlukan untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arikunto
Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta, 1992
2.
Subino,
1987. Konstruksi Dan Analisi Tes Suatu Pengantar Kepada Teori Tes Dan
Pengukuran. Jakarta : Depdikbud
3.
Anisa,
Blog Spot, Pengertian Tes Hasil Belajar, 23-03-2015, 17:10.
[1]
Subino, 1987. Konstruksi Dan Analisi Tes Suatu Pengantar Kepada
Teori Tes Dan Pengukuran. Jakarta : Depdikbud, Hal. 79
[2]
Ibid,
Hal.82
[3]
Anisa,
Blog Spot, Pengertian Tes Hasil Belajar, 23-03-2015, 17:10
[4]
Ibid.
[5]
Subino,
Op, Cit, Hal. 94
[6]
Arikunto Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 1992, Hal. 47